Nama komplitnya yaitu Abu Abdul Mu’ti Muhammad bin Umar bin Arbi bin Ali Al-Tanara Al-Jawi Al-Bantani. Beliau lebih di kenal dengan se...
Nama komplitnya yaitu Abu Abdul Mu’ti Muhammad bin Umar bin Arbi bin Ali Al-Tanara Al-Jawi Al-Bantani. Beliau lebih di kenal dengan sebutan Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani. Dilahirkan di kampung Tanara, kecamatan Tirtayasa, Kab Serang, Banten. Pada thn 1813 M atau 1230 H. Ayahnya bernama Kyai Umar, seorang petinggi penghulu yg memimpin masjid. Dari silsilahnya, Nawawi yaitu keturunan kesultanan yg ke 12 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yakni keturunan dari Putra Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yg bernama Sunyara-ras (Tajul ‘Arsy). Nasabnya bersambung dengan Muhammad lewat Imam Ja’far Assidiq, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ali ZainAl-Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah Al-Zahra
PERJALANAN INTELEKTUAL SANG PUJANGGA SEJATI 1
Pada umur lima th. Syekh Nawawi belajar segera dibawah bimbingan ayahandanya. Di usia yg masihlah kanak-kanak ini, beliau pernah punya mimpi ber-main dengan anak-anak sepantarannya di sungai, dikarenakan rasakan haus ia meminum air sungai itu sampai habis. Namun, rasa dahaganya tak kunjung surut. Jadi Nawawi bersama-sama beberapa rekannya beramai-ramai pergi ke laut serta air lautpun diminumnya seseorang diri sampai jadi kering.
Saat usianya masuk delapan th., anak pertama dari tujuh bersaudara itu mengawali peng-gembaraannya mencari ilmu. Tempat pertama yang dituju yakni Jawa Timur. Tetapi sebelumnya pergi, Nawawi kecil mesti menyanggupi prasyarat yang diserahkan oleh ibunya, “Kudo’akan serta kurestui kepergianmu mengaji dgn prasyarat janganlah pulang sebelumnya kelapa yang berniat kutanam ini berbuah. ” Sekian restu serta prasyarat sang ibu. Serta Nawawi kecilpun menyanggupi-nya.
Jadi berangkatlah Nawawi kecil mobilisasi kewajibannya sebagai seseorang muslim yakni menuntut pengetahuan. Sesudah tiga th. di Jawa Timur, beliau geser ke satu diantara pondok di daerah Cikampek (Jawa Barat) spesial belajar lughat (bhs) beserta dengan dua orang sahabatnya dari Jawa Timur. Tetapi, sebelumnya di terima di pondok baru itu, mereka mesti ikuti tes lebih dahulu. Nyatanya mereka ber-tiga dinyatakan lulus. Namun menurut kyai barunya ini, pemuda yang bernama Nawawi tidak butuh mengu-langi mondok. “Nawawi anda mesti selekasnya pulang lantaran ibumu telah menanti serta pohon kelapa yang beliau tanam sudah berbuah. ” Jelas sang kyai tanpa ada memberi tahu dari tempat mana beliau tahu permasalahan itu.
Tidak lama sesudah kepulangannya, Nawawi muda diakui yang mengasuh pondok yg sudah dirintis ayahnya. Di usianya yang masihlah relatif muda, beliau telah terlihat kealimannya maka namanya mulai kondang di mana-mana. Mengingat makin banyak santri baru yang berdatangan serta asrama yg ada tidak lagi dapat menyimpan, jadi kyai Nawawi berinisiatif geser ke daerah Tanara Pesisir.
Pada usia 15 th, ia memperoleh peluang un-tuk pergi ke Makkah menunaikan beribadah haji. Di sana beliau memakai waktunya untuk pelajari bebe-rapa cabang pengetahuan, diantaranya yaitu : pengetahuan kalam, bhs serta sastra Arab, pengetahuan hadits, tafsir serta pengetahuan fiqh. Sesudah tiga th. menuntut pengetahuan di Makkah beliau kembali pada daerahnya th. 1833 M dengan khazanah pengetahuan keagamaan yang relatif cukup komplit untuk mem-bantu ayahnya mengajar beberapa santri.
Tetapi cuma satu tahun lebih lalu beliau mengambil keputusan pergi lagi ke Makkah sesuai sama yang diimpikannya untuk mukim serta menetap disana. Di Makkah beliau melanjutkan belajar ke guru-gurunya yg populer. Pertama kalinya beliau ikuti arahan dari Syekh Khatib Sambas (Penyatu Thariqat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah di Indonesia) serta Syekh Abdul Gani Bima, ulama asal Indonesia yg bermukim disana. Kemudian belajar pada Sayyid Ahmad Dimyati, Sayyid Ahmad Zaini Dahlan2 yg keduanya di Makkah. Tengah di Madinah, beliau belajar pada Syekh Muhammad Khatib Al-Hambali. Selanjutnya pada thn 1860 M. Nawawi mulai mengajar di lingkungan Masjid Al-Haram. Prestasi mengajarnya cukup me-muaskan, lantaran dengan kedalaman pengetahuan agamanya, beliau terdaftar sebagai syekh di sana. Pada thn 1870 M, kesibukannya jadi tambah, lantaran beliau mesti banyak menulis kitab. Gagasan menulis banyak datang dari tekanan beberapa koleganya serta beberapa sahabatnya dari Jawa. Kitab-kitab yang ditulisnya beberapa besar yaitu kitab-kitab komentar (syarh) dari karya-karya ulama terlebih dulu yang terkenal serta dikira sukar dipahami. Argumen menulis syarh terkecuali lantaran permin-taan orang lain, Nawawi juga berkemauan untuk melestarikan karya pendahulunya yang kerap meng-alami pergantian (ta’rif) serta pengurangan.
Dalam membuat karyanya Syekh Nawawi senantiasa berkonsultasi dengan ulama-ulama besar yang lain, sebelumnya naik bikin naskahnya terlebih dulu di baca oleh mereka. Karya-karya beliau cepat beredar ke beragam penjuru dunia lantaran karya-karya beliau gampang difahami serta padat berisi. Nama Nawawi bahkan juga termasuk juga dalam kelompok satu diantara ulama besar di era ke 14 H./19 M. Lantaran kemasyhurannya beliau memperoleh gelar : Sayyid Ulama Al-Hijaz, Al-Imam Al-Muhaqqiq wa Al-Fahhamah Al-Mudaqqiq, A’yan Ulama Al-Qarn Al-Ram Asyar li Al-Hijrah, Imam Ulama’ Al-Haramain.
Syekh Nawawi cukup berhasil dalam mengajar murid-muridnya, hingga anak didiknya banyak sebagai ulama kenamaan serta tokoh-tokoh nasional Islam Indonesia, salah satunya yaitu : Syekh Kholil Bangkalan, Madura, KH. Hasyim Asy’ari dari Tebu Ireng Jombang (Pendiri Organisasi NU), KH. Asy’ari dari Bawean, KH. Tubagus Muhammad Asnawi dari Caringin Labuan, Pandeglang Banten, KH. Tubagus Bakri dari Sempur-Purwakarta, KH. Abdul Karim dari Banten.
SYEKH NAWAWI BANTEN SEBAGAI MAHAGURU SEJATI 3
Nama Syekh Nawawi Banten telah tak asing lagi untuk umat Islam Indonesia. Bahkan juga umumnya orang menjulukinya sebagai Imam Nawawi ke-2. Imam Nawawi pertama yaitu yang bikin Syarah Shahih Muslim, Majmu’ Syarhul Muhadzab, Riyadhus Sholihin & lain-lain. Lewat karya-karyanya yang menyebar di Pesantren-pesantren tradisional yang hingga sekarang ini tetaplah banyak dikaji, nama kyai asal Banten ini seolah masihlah hidup serta selalu mengikuti umat memberi saran ajaran Islam yang menyejuk-kan. Di tiap-tiap majelis ta’lim karyanya senantiasa jadikan referensi paling utama dalam beragam pengetahuan, dari pengetahuan tauhid, fiqh, tasawuf sampai tafsir. Karya-karyanya begitu populer.
Di kelompok komune pesantren Syekh Nawawi tidak cuma di kenal sebagai ulama penulis kitab, namun juga mahaguru sejati (the great scholar). Nawawi sudah banyak berjasa menempatkan landasan teologis serta beberapa batasan etis kebiasaan keilmuan di instansi pendidikan pesantren. Beliau ikut banyak membuat keintelektualan tokoh-tokoh beberapa pendiri pesantren yang sekalian banyak juga jadi tokoh pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Jika KH. Hasyim Asy’ari kerap dikatakan sebagai tokoh yg tidak dapat dilepaskan dari histori berdirinya NU, jadi Syekh Nawawi yaitu guru intinya. Di sela-sela pengajian kitab-kitab karya gurunya ini, kerapkali KH. Hasyim Asy’ari bernostalgia
menceritakan mengenai kehidupan Syekh Nawawi, terkadang mengenangnya hingga meneteskan air mata lantaran besarnya kecintaan beliau pada Syekh Nawawi.
GORESAN TINTA SYEKH NAWAWI
Di samping dipakai untuk mengajar pada beberapa muridnya, semua kehidupan beliau banyak dicurahkan untuk mengarang sebagian kitab besar hingga tidak terhitung jumlahnya. Konon sekarang ini masihlah ada beberapa ratus judul naskah asli tulisan tangan Syekh Nawawi yang belum pernah diterbitkan.
Kitab-kitab karangan beliau banyak yg di-terbitkan di Mesir, kerapkali beliau cuma mengirim-kan manuskripnya serta kemudian tak memperduli-kan lagi bagaimana penerbit menebarkan hasil karyanya, termasuk hak cipta serta royaltinya, setelah itu kitab-kitab beliau itu jadi sisi dari kurikulum pendidikan agama di semua pesantren di Indonesia, bahkan juga Malaysia, Filipina, Thailand dan negara-negara di Timur Tengah. Menurut Ray Salam T. Mangondana, peneliti di Institut Studi Islam, Kampus of Philippines, ada sekitaran 40 sekolah agama tradisional di Filipina yang memakai karya Nawawi sebagai kurikulum belajarnya. Diluar itu Sulaiman Yasin, dosen di Fakultas Studi Islam Universitas Kebangsaan di Malaysia juga memakai karya beliau untuk mengajar di kuliahnya. Pada th. 1870 beberapa ulama kampus Al-Azhar Mesir pernah mengundang beliau untuk memberi kuliah singkat di satu komunitas diskusi ilmiah. Mereka tertarik utk mengundang beliau, lantaran telah di kenal di seantero dunia.
Di antara karya-karyanya yaitu :
1. Muraqah As-Su’ud At-Tashdiq ; komentar dari kitab Sulam At-Taufiq.
2. Nihayatuz Zain ; komentar dari kitab Qurratul ‘Ain.
3. Tausiyah ‘Ala Ibn Qasim ; komentar dari kitab Fathul Qarib.
4. Tijan Ad-Durari ; komentar dari kitab Risalatul Baijuri.
5. Tafsir Al-Munir ; yang dinamai Gerami Labidi Li Kasyfi Ma’ani Al-Qur’an Al-Majid.
6. Sulamul Munajat ; komentar dari kitab Safinatus Sholat.
7. Nurudz Dzalam ; komentar dari kitab Aqidatul Pemula.
8. Kasyfatus Saja ; komentar dari kitab Safinah An-Naja.
9. Muraqil Ubudiyyah ; komentar dari kitab Bidayatul Hidayah.
10. Uqudul Lujjain fi Bayaniz Zaujain ; satu buah kitab yang berisikan tuntutan bangun rumah tangga.
11. Bahjatul Wasa’il ; komentar dari kitab Risalatul Jami’ah.
12. Madarij As-Shu’ud ; komentar dari kitab Maulid Barjanzi.
13. Salalimul Fudlala’ ; yang dinilai dengan, Hidayatul Adzkiya.
14. Ats-Tsamarul Yani’ah ; komentar dari kitab Riyadhul Badi’ah.
15. Nashailul ‘Ibad ; kitab yang diisi beberapa saran beberapa pakar beribadah.
16. Dll
Syeikh Nawawi hembuskan nafas paling akhir di umur 84 th., tepatnya pada tanggal 25 Syawal 1314 H. atau 1897 M. Beliau dimakamkan di Ma’la dekat makam Siti Khadijah, Ummul Mukminin istri Rasulullah SAW. Beliau sebagai tokoh kebanggaan umat Islam di Jawa terutama di Banten, umat Islam di desa Tanara, Tirtayasa Banten tiap-tiap th. di hari Jum’at paling akhir bln. Syawal senantiasa diselenggarakan acara haul untuk memperingati jejak peninggalan Syekh Nawawi Banten.
KAROMAH-KAROMAH SYEKH NAWAWI AL-BANTANI
1. Disuatu malam Syekh Nawawi tengah dalam perjalanan dari Makkah ke Madinah. Beliau duduk diatas ‘sekedup’ onta atau tempat duduk yang ada di punggung onta. Dalam perjalanan pada malam hari yang gelap gulita ini, beliau memperoleh ide untuk menulis apabila insipirasinya tak selekasnya diwujudkan jadi bakal selekasnya hilang dari ingatan, jadi berdo’alah ulama ‘alim allamah ini, “Ya Allah, bila ide yang Engkau berikanlah malam ini bakal berguna untuk umat serta Engkau ridhai, jadi ciptakanlah telunjuk jariku ini jadi lampu yang bisa menerangi tempatku dalam sekedup ini, hingga oleh Kekuasaan-Mu akan menulis inspirasiku. ” Ajaib! Dengan Kekuasaan-Nya, saat itu juga telunjuk Syekh Nawawi menyala, menerangi ‘sekedup’nya. Awalilah beliau menulis sampai usai serta telunjuk jarinya itu kembali padam sesudah beliau menerangkan semuanya penulisan sampai titik akhir. Konon, kitab itu yaitu kitab Maroqil Ubudiyah, komentar kitab Bidayatul Hidayah karangan Imam Al-Ghazali.
2. Saat tempat pendam Syekh Nawawi bakal dibongkar oleh Pemerintah untuk dipindahkan tulang belulangnya serta liang lahatnya bakal ditum-puki jenazah lain (seperti umum di Ma’la) walau yang ada di pendam itu seseorang raja meskipun. Waktu tersebut beberapa petugas mengurungkan tujuannya, sebab jenazah Syekh Nawawi (beserta kafannya) masihlah utuh meskipun telah bertahun-tahun dikubur. Karenanya, apabila pergi ke Makkah, insya Allah kita bakal dapat temukan makam beliau di pemakaman umum Ma’la. Banyak pula golongan muslimin yang berkunjung ke tempat tinggal sisa peninggalan beliau di Serang Banten.
Syekh Nawawi Al-Bantani dapat lihat serta memerlihatkan Ka’bah tanpa ada suatu hal alatpun. Langkah tersebut dikerjakan oleh Syekh Nawawi saat membenarkan arah kiblatnya Masjid Jami’ Pekojan Jakarta Kota.
1 Chaidar, Histori Syekh Nawawi Banten, Fasilitas Paling utama, Jakarta, Hlm. 29 – 30.
2 Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dilahirkan di Makkah Th. 1232 H (1816 atau 1817 M.) silsilah nasab Sayyid Ahmad Zaini Dahlan yang dijelaskan dalam Kitab Taj Al-A’ras tunjukkan kalau beliau yaitu keturunan Sayyid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, tokoh fenomenal didunia Islam yang dilihat wali paling besar selama hidup & digelari Sulthan Al-Auliya’ (sultan beberapa wali). Beliau pertama kalinya dididik oleh ayahandanya pelajari serta menghafal Al-Qur’an dan kitab Matan dalam beragam disiplin, lalu belajar pada Syaikh Utsman bin Hasan Ad-Dimyati Al-Azhari Asy-Syafi’i yang disebut guru intinya. Beliau di kenal kecerdasan serta kesungguhannya dalam menuntut pengetahuan, pernah satu saat Syaikh Utsman berkata padanya. “Wahai Sayyid Ahmad, engkau insyaallah bakal jadi seperti pohon yang saya saksikan dalam mimpiku yang ta’birnya yaitu pengetahuan bakal menyebar lewat dirimu selama-lamanya, serta isyarat dari gurunya ini nyatanya benar. Murid-murid beliau banyak jadi ulama besar selama hidup, siapa yg tidak mengetahui Sayyid Abu Bakar (Bakri) Syata’, pengarang kitab terpopuler di Pesantren Indonesia I’anah Ath-Thalibin, Habib Utsman bin Yahya, mufti Betawi yang hidup pada era 19 yang populer dengan karya-karyanya, Habib Ahmad Betawi bin Abdullah Thalib Al-Attas yang makamnya di Pekalongan senantiasa diziarahi orang. Karya ilmiah beliau begitu banyak, salah satunya yaitu Mukhtasar Jiddan, Tanbih Al-Ghafilin, As-Sirah An-Nabawiyah Al-Futuhat Al-Islamiyah, bahkan juga Alfiyyah, Ad-Durar As-Saniyyah fi Radd ‘ala Al-Wahhabiyyah, Fath Al-Jawad & lain-lain
sumber;http://www.rumah-islam.com/2016/08/mengenang-sejarah-dan-karomah-syeikh.html